Film animasi Jumbo, karya dari sutradara Ryan Adriandhy, sukses mencetak sejarah baru dalam industri perfilman Indonesia. Sejak penayangannya, Jumbo berhasil menduduki posisi teratas sebagai film Indonesia terlaris sepanjang masa dengan total penonton lebih dari 10,18 juta orang. Tak hanya di Tanah Air, film ini juga mencatatkan diri sebagai film animasi terlaris se-Asia Tenggara, sebuah pencapaian gemilang bagi film animasi lokal.
Meskipun telah hampir tiga bulan tayang di bioskop, Jumbo masih bertahan di beberapa layar bioskop nasional hingga Rabu (2/7), membuktikan kekuatan cerita dan kualitas produksi yang mampu memikat hati jutaan penonton.
Perjalanan 5 Tahun Produksi yang Membuahkan Hasil Manis
Capaian luar biasa ini menjadi bukti nyata dari dedikasi dan kerja keras tim produksi yang selama lima tahun penuh mengerjakan film ini. Ryan Adriandhy, yang dikenal publik sebagai komika sebelum terjun ke dunia penyutradaraan animasi, mengungkapkan bahwa semua proses panjang itu terasa terbayar lunas saat melihat antusiasme penonton.
“Semua hasil ini worth it banget. Ada yang laporan nonton sampai belasan kali, lagunya diputar di mana-mana. Jadi, 5 tahun itu capeknya nggak terasa begitu melihat semua diterima dengan baik,” ungkap Ryan dalam wawancara di Djakarta Theatre XXI.
Tantangan Besar di Balik Animasi: Ribuan Frame dan Proses Detil
Ryan menjelaskan bahwa proses produksi film animasi jauh lebih kompleks dibandingkan film live-action. Dalam satu detik tayangan, dibutuhkan 24 frame gambar yang semuanya harus digambar satu per satu.
“Speed film (live action) itu kan 24 frame per detik. Untuk membuat 1 detik tontonan, saya perlu bikin 24 frame. Semua frame itu harus digambar. Itu yang bikin cukup lama,” jelasnya.
Belum lagi proses rendering untuk memberikan kedalaman dan detail visual, seperti helai rambut, tekstur pakaian, hingga perubahan warna kulit karakter. Proses ini membutuhkan software canggih dan waktu yang tidak sebentar.
“Itu (software) perlu ambil waktu untuk me-render semuanya informasi itu sehingga menjadi gambar yang utuh,” lanjut Ryan.
Kolaborasi 420 Kreator Lokal dari Seluruh Indonesia
Film ini diproduksi oleh Visinema Studios, dan melibatkan lebih dari 420 kreator lokal dari berbagai daerah di Indonesia. Ryan mengungkapkan bahwa menyatukan visi seluruh tim adalah salah satu tantangan tersendiri.
“Kami nggak dalam satu kota aja, ada yang kerja remote juga. Itu sih challenge-nya, gimana mengkomunikasikan supaya semua berada dalam satu visi supaya mencapai hasil yang sama,” katanya.
Dengan dukungan software open-source yang fleksibel, tim internal juga diberi ruang untuk melakukan riset dan pengembangan kreatif guna mendukung kualitas produksi yang setara standar internasional.
Fokus pada Akting Suara Sebelum Animasi Dimulai
Uniknya, proses pengambilan suara dalam Jumbo dilakukan sebelum animasi digarap. Tim produksi menghabiskan waktu hingga delapan bulan untuk proses voice recording agar para aktor suara bisa memberikan performa terbaik mereka.
“Jadi, bukan dibuat animasinya dulu baru dubbing. Semua kami rekam per dialog untuk memberikan ruang agar para aktor memberikan performance terbaiknya,” jelas Ryan, yang merupakan lulusan magister Animasi dari Rochester Institute of Technology, Amerika Serikat.